Kedai kopi telah berabad-abad menjalar ke dalam keseharian kita dengan gayanya yang khas. Mereka menjelma di setiap sudut kota dan desa, dari yang megah hingga yang sederhana, membawa cerita-cerita lama dan menulis yang baru dengan aroma kopi yang menggoda.
Bagi mereka yang menjadikan kedai kopi sebagai rumah kedua, mereka tahu bahwa tempat ini bukan hanya sekadar tempat untuk mencicipi secangkir kopi; melainkan sebuah panggung di mana cerita-cerita hidup dipentaskan. Kedai kopi adalah ruang bagi para pengunjung untuk berkarya, bersantai, atau bersua dengan teman-teman dalam suasana yang hangat dan mendalam.
Namun, sedikit yang mengetahui bahwa akar dari kedai kopi telah merambah dari dunia Islam sebelum mengalir ke dunia Barat, sebagaimana biji-biji kopi sendiri yang berkelana dari jantung Afrika hingga ke meja-meja di Eropa.
Kiva Han
Kiva Han, sebagaimana disebut dalam buku-buku sejarah, adalah kedai kopi pertama di dunia, terletak di jantung Konstantinopel. Di tahun 1475, toko ini mulai menjajakan kopi kepada masyarakat umum, membuka lembaran baru dalam sejarah manusia dan biji hijau yang begitu berharga.
Kiva Han adalah sebuah kedai kopi tertua yang berlokasi di kota Istanbul, Turki. Kiva Han berdiri pada tahun 1475 di sebuah bangunan bersejarah di wilayah Eminönü di Istanbul. Kedai kopi ini menjadi salah satu tujuan wisata di Istanbul dan terkenal karena keunikan arsitektur dan sejarahnya yang panjang.
Sejarah Kiva Han dapat ditelusuri hingga masa pemerintahan Kesultanan Utsmaniyah. Awalnya, kedai kopi ini digunakan sebagai tempat berkumpul para pedagang dan pelaut yang memasuki pelabuhan Istanbul untuk bertransaksi. Namun, seiring berjalannya waktu, Kiva Han menjadi tempat populer bagi orang-orang untuk berkumpul dan menikmati kopi.
Bangunan tempat Kiva Han berada terdiri dari tiga lantai dengan arsitektur khas Utsmaniyah dan memiliki banyak interior khas Turki, seperti ukiran kayu dan lampu kristal. Menu di Kiva Han menawarkan berbagai jenis kopi yang diseduh dengan metode tradisional Turki, seperti metode seduh kopi turun temurun yang disebut “cezve” dan disajikan dalam cangkir kecil yang disebut “fincan”.
Kiva Han tetap menjadi salah satu kedai kopi tertua dan paling ikonik di Istanbul dan dikunjungi oleh wisatawan dari seluruh dunia yang ingin merasakan suasana dan kopi tradisional Turki. Kiva Han juga terkenal karena peranannya dalam mendukung budaya kopi Turki dan melestarikan warisan kopi Turki selama ratusan tahun.
Perjalanan kopi ke Eropa terjadi pada abad ke-17, ketika Kekaisaran Ottoman menyeberangi lautan dan menemukan tanah yang belum dikenal. Dan di kota Wina yang terkagum-kagum, Franz Georg Kolschitzky, seorang bangsawan Polandia, membuka kedai kopi pertama di benua Eropa. Dengan gerakan tangan yang terampil, dia memperkenalkan budaya menyeduh kopi yang sekarang menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup Eropa.
Namun, perjalanan kopi tidak berhenti di sana. Ia terus mengalir ke seluruh benua, membawa cerita-cerita baru dan menemukan tempat-tempat baru untuk menyapa para pencintanya. Dari hamparan padang pasir hingga jalanan Paris yang bergemuruh, kopi telah menjadi saksi bisu dari sejarah dan budaya manusia.
Sejak zaman prasejarah hingga era modern, kopi telah menjadi sahabat setia manusia, menemani mereka dalam setiap langkah perjalanan kehidupan. Dari biji yang dicampur dengan lemak hewan di Ethiopia kuno hingga kemasan instan di rak-rak supermarket, kopi terus menjadi bagian penting dari warisan manusia yang tak terlupakan.
Rekomendasi Literatur Kopi
Buku berjudul “The World Atlas of Coffee: From Beans to Brewing” yang ditulis oleh James Hoffman merupakan sebuah karya komprehensif yang membahas seluk-beluk dunia kopi, mulai dari proses penanaman biji hingga cara penyeduhan yang optimal.
James Hoffman, yang juga merupakan salah satu pendiri Square Mile Coffee Roasters di London, menggali dalam dunia kopi melalui buku ini. Selain menulis, Hoffman juga aktif dalam blog pribadinya yang terkenal di kalangan pencinta kopi, jimseven. Dalam pembuatannya, Hoffman memiliki tujuan untuk membuat kopi menjadi lebih dapat dinikmati oleh semua orang. Baginya, kopi tidak harus menjadi sesuatu yang eksklusif dan misterius. Seperti atlas terbaik yang menemani seseorang dalam perjalanan, buku ini bertujuan untuk memberikan panduan agar para pencinta kopi dapat dengan mudah menemukan ritual dan kenikmatan pribadi mereka dalam menikmati kopi.
Sementara itu, buku “Uncommon Grounds” karya Mark Pendergrast membuka mata akan pengaruh kopi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kebijakan luar negeri. Buku ini tidak hanya berfokus pada kenikmatan secangkir kopi semata, melainkan juga mengupas sejarah, ekonomi, antropologi, dan segala hal terkait kopi.
Dalam kalangan ahli kopi, buku ini sering direkomendasikan sebagai rujukan yang wajib dimiliki. Dengan memberikan pemahaman dari sejarah hingga detail-detail kompleks tentang minuman ini, “Uncommon Grounds” menjadi panduan yang tak ternilai bagi penggemar kopi.
Di sisi lain, “The Blue Bottle Craft of Coffee” dapat dianggap sebagai ensiklopedia lengkap tentang dunia kopi. Buku ini menjawab segala pertanyaan yang mungkin muncul tentang kopi dengan jelas dan tuntas. Ditulis oleh James Freeman, Caitlin Freeman, dan Tara Duggan, buku ini tidak hanya memberikan pengetahuan tentang kopi, tetapi juga menyajikan beragam resep menu kopi populer yang sering disajikan di Blue Bottle Coffee Shop. Dengan kata lain, buku ini menjadi panduan yang sangat berguna bagi siapa pun yang ingin mendalami segala aspek dari dunia kopi.
Bagaimana kopi dan kedai kopi hari ini? Dalam penumbra Kedai Kopi Litera, sampel yang kita gunakan dalam konteks ini, meja-meja kayu tua bertindak sebagai penjaga memori, menyaksikan setiap percakapan yang membelai ruangannya. Cahaya yang melintas ke ruang terbuka, seiring dengan setiap uap kopi yang menari-nari di udara seperti kisah-kisah yang terbungkus dalam aroma harum.
Wajah-wajah yang mendiami tempat ini seperti penjelmaan dari rahasia yang tersembunyi, membawa aura misteri yang mengalir begitu alami. Cangkir-cangkir kopi, yang tampaknya bersemayam di atas meja dengan anggun, menjadi seperti artefak-artejak kuno yang menyimpan kekuatan magis di dalamnya.
Di balik tirai remang yang menyelimuti kedai, kata-kata yang tak terucapkan bergema dalam keheningan, menyusup ke telinga setiap pengunjung dengan pesan-pesan yang datang dari dimensi yang tak terjamah. Di tempat yang magis ini, realitas dan imajinasi berdampingan, menciptakan dunia baru di mana setiap sudutnya dipenuhi dengan keajaiban.***