Di balik selubung fajar, di mana langit masih bermain dengan sisa-sisa mimpi, terbangunlah aroma kopi—sebuah syair cair yang mengalun dari sudut-sudut ladang hingga ke cangkir-cangkir di desa dan kota. Di sini, kopi bukan hanya penjelmaan rasa atau penghangat pagi, tetapi sebuah epik yang merajut kisah petani, pemilik kedai, dan konsumen dalam sebuah saga yang sarat dengan konflik dan harmoni.

Pertanyaannya, pada tegukan keberapa kita benar-benar memahami secangkir kopi? Dan di mana para peminumnya “berpihak?” Tergantung di kedaI kopi atau di kafe warna apa dia mereguknya? Mungkin.

Di berbagai penjuru, tumbuh kedai-kedai kopi jalanan, lahir dari rahim tanah dan cerita rakyat, yang hari ini sambil menghela napas pro-Palestina, misalnya. Ia seperti puisi lisan yang terucap dari bibir-bibir tak dikenal, menyimpan dendam dan harapan, meniti di antara baris-baris kesederhanaan dan perlawanan. Sementara di penjuru lain, berdiri megahnya Starbucks, seakan katedral modern bagi pemuja kapital, berkisah tentang ambisi dan dominasi, seolah-olah cup-nya adalah cawan yang menampung bukan hanya kopi, tetapi juga ideologi Zionis yang kontroversial.

Kopi dalam konteks ini menjadi jembatan yang menyilangkan dunia material dan immaterial, menghubungkan petani kopi yang merenda nasib di lereng gunung dengan irama kehidupan urban yang serba cepat. Kopi, dalam setiap tetesnya, adalah manifesto dari perjuangan dan pengharapan, narasi yang menelusuri dari biji yang tersimpan di dalam tanah, melewati api dan air, hingga menjadi eliksir pagi yang merefleksikan spektrum ideologi yang luas dan kompleks.

Di celah-celah hiruk pikuk perkopian, tersembunyi sebuah oase bernama “Kedai Kopi Litera”. Berbeda dari monolit modern berupa kafe-kafe berdinding kaca dan baja, Kedai Kopi Litera adalah suatu manifestasi dari nostalgia dan perlawanan.

Terletak di pinggiran jalan yang menghubungkan Bulukumba dan Sinjai, Kedai Kopi Litera berdiri dengan sederhana. Bukan bagian dari gemerlap kota, melainkan sebuah sudut hangat di tepi kampung, tempat di mana aroma kopi menyapa setiap pengendara yang lelah. Bangunan tua dengan atap sengnya yang telah berkarat menyimpan ribuan cerita, sementara kursi dan meja kayu tua menawarkan tempat persinggahan bagi para pengembara dan penduduk setempat.

Di Kedai Kopi Litera, cangkir-cangkir kopi yang disajikan bukan hanya menawarkan kehangatan bagi tubuh, tetapi juga menghangatkan jiwa. Setiap tegukan kopi di sini, yang bijinya berasal dari ladang-ladang subur, membawa pesan tentang keberagaman. Bukan hanya sekadar kedai kopi, Litera adalah simbol dari kekuatan komunitas, tempat di mana cerita-cerita lokal dan isu-isu global saling bertemu dan berdialog.

Disini, kedai tidak hanya menjadi tempat bertukar cerita tentang panen kopi atau politik lokal, tapi juga menjadi forum terbuka untuk diskusi tentang isu-isu yang lebih besar seperti keadilan sosial dan dukungan terhadap Palestina. Berbeda dari gemerlap kafe modern, Kedai Kopi Litera merangkul kesederhanaan dan keotentikan, menunjukkan bahwa di balik setiap tegukan kopi, ada kisah kehidupan yang mendalam dan berarti.

Di Kedai Kopi Litera, isu global seperti konflik Palestina bukan hanya berita yang lewat di layar televisi atau linimasa media sosial. Isu ini, bagai benang merah, menjiwai banyak diskusi yang terjadi di antara meja-meja kayu dan cangkir-cangkir kopi yang beruap. Di sini, konflik tersebut tidak hanya dipandang sebagai peristiwa jauh, melainkan sebagai cerita yang memiliki resonansi pribadi dan kolektif.

Pengaruh Terhadap Kesadaran Politik

Konflik Palestina sering menjadi topik yang menggugah kesadaran geopolitik di antara pelanggan Kedai Kopi Litera. Diskusi ini membawa nuansa internasional ke dalam pembicaraan lokal, memperkaya perspektif pelanggan tentang politik dunia.

Kedai menjadi ruang di mana informasi dan opini dibagi, di mana narasi resmi sering kali ditantang atau diperdebatkan. Hal ini membantu membentuk opini publik yang lebih informasi dan kritis, terutama di antara generasi muda.

Simbol Solidaritas

Dalam banyak kesempatan, Kedai Kopi Litera berfungsi sebagai ruang diskusi. Bagi banyak pelanggan tetap, solidaritas dengan Palestina telah menjadi bagian dari identitas komunitas Kedai Kopi Litera. Ini menjadi sebuah contoh bagaimana sebuah kedai kopi lokal bisa menjadi pemain dalam percakapan global.

Identitas Komunitas

Diskusi tentang Palestina di kedai ini juga sering kali membuka pintu untuk pembahasan isu-isu sosial dan politik lainnya, memperkuat kesadaran dan partisipasi komunitas dalam isu-isu yang lebih luas. Semisal dugaan kecurangan Pemilu 2024 yang terstruktur, sistematis dan masif. Di Kedai Kopi Litera, nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan bisa dengan mudah kita sesap dalam setiap sorotan mata dan setiap tegukan kopi yang melampaui batas geografis.

Di balik setiap sorotan mata yang menikmati kopi di Kedai Kopi Litera, juga banyak terdapat kisah-kisah yang tersembunyi, seperti cerita tentang petani kopi yang menjadi nadi kehidupan industri ini. Mereka, yang berada jauh dari sorotan kafe-kafe kota besar dan diskusi politik, pahlawan sejati di balik setiap cangkir kopi.

Realitas Kehidupan Petani Kopi

Kebanyakan petani kopi berada di negara-negara berkembang, di mana mereka menghadapi tantangan ekonomi yang besar. Ketergantungan pada harga pasar kopi yang fluktuatif sering kali menyebabkan ketidakstabilan pendapatan. Kondisi kerja di perkebunan kopi sering kali jauh dari ideal. Faktor-faktor seperti perubahan iklim, penyakit tanaman, dan kurangnya akses ke teknologi yang efisien menambah beban kerja mereka.

Ketika seorang konsumen memilih untuk menikmati kopi di tempat seperti Kedai Kopi Litera, mereka tidak hanya memilih minuman berdasarkan selera. Lebih dari itu, mereka berpartisipasi dalam sebuah ekosistem yang saling terhubung, dari petani kopi hingga ke meja kafe, di mana setiap keputusan memiliki dampak yang signifikan.***

By Alfian Nawawi

Owner Kedai Kopi Litera

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *